Pages

Monday 15 September 2008

Mencari Rahasia Ikhlas Dalam Keseharian Kita

(Dibacakan dalam acara buka puasa Ramadhan, Gerakan Orangtua Peduli Sekolah GOTPS, SDN Sukasari 4 Tangerang, 12/09/2008)

Subhanallah, yang telah menciptakan manusia dengan sebaiknya ciptaan, mampu mendengar, melihat, bertutur dan mengingat.

Aku bukan seorang jurnalis profesional walaupun saya memiliki ketertarikan terhadap tulis menulis yang begitu kental. Bukanpula seorang ahli pujangga. Memang adakalanya aku mencurahkan rasa hati dan isi benakku melalui tulisan, beragam bentuk, puisi ataupun jurnal-jurnal pribadi. Rasanya, menguntai kata-kata tidaklah terlalu sulit, selalu ada hamparan cerita yang bisa dirangkum dari keseharian kita.

Tapi rasanya tidak kali ini. Aku rasakan begitu tegang, metabolisme tubuhku meninggi, hanya kurang dari 5 menit setelah mendapatkan SMS dari Istriku kemarin siang, “ Pa, ada pesan dari teman-teman untuk menulis dan membacakan puisi di acara tausiyah Ramadhan besok, tentang ikhlas Pa....”

“Hmm, menulis tentang ikhlas, Insya Allah, aku ikhlas, “ gumanku dalam hati. “Mungkin bukan puisi tapi artikel singkat saja, “ rekaku. “Tapi, aku harus tulis apa ? Bukankah semua orang tahu tentang ikhlas, apa yang menarik untuk ditulis ya...,” kegelisahan itu mendadak muncul.

Aku kembali melanjutkan kerja rutinku. Namun gejolah fikirku tentang ikhlas, terus menggelora. Sejurus kemudian, resah, “Ah, apakah aku benar-benar paham tentang ikhlas. Apa yang harus aku sampaikan ?”

Ku bolak-balik ingatanku tentang Ikhlas. Mendadak muncul wajah Dedi Mizwar sebagai Haji Romly yang berkata kepada pemuda Fandy, “Engkau kembali lagi untuk melamar anakku, bila sudah tahu rahasia ilmu ikhlas”. Pasti tidak mudah mencari ilmu Ikhlas, toh sinetronya baru selesai setelah puluhan episode, lebih dari dua seri. Tapi, pasti menarik ilmu ikhlas itu, karena toh aku dan keluarga selalu menanti-nanti tayangan sinetron itu tiap sore, 2-3 tahun yang lalu.

Ikhlas menurut arti bahasa: membersihkan atau memurnikan sesuatu dari kotoran. Sedangkan menurut istilah syar’i, ikhlas adalah membersihkan dan memurnikan ibadah dari segala jenis kotoran syirik. Segala tindakan kita, pilihan kita yang dilandasi oleh bisik hati untuk semata-mata karena ridho dan perkenan Allah, adalah keihklasan.

“Ah teori”, celoteh hati kecilku. “Semua orang tahu itu. Lantas dalam kenyataannya apa?”. Mestinya banyak hal terkait dengan ikhlas dalam keseharian kita yang bisa diulas. Aku buntu akal kali ini. “Ah, saatnya melakukan jurus rahasiaku”.

Bertanya dan Mendengarkan! Itu jurus rahasiaku!

Bergegas kutelpon banyak teman, sembari sesekali juga keluar ruangan kerjaku menghampiri beberapa karib di kantor, hingga interview singkat dengan anak-anak di rumah.

“Menurutmu, apa sih Ikhlas itu dalam keseharian kita?”

Kata seorang teman, “ Ihklas itu kalau kita memberikan sesuatu dengan tangan kanan, namun tangan kiri kitapun tidak mengetahuinya.”

Teman yang lain bilang, “Ihklas itu rahasia isi hati kita dengan Allah. Cuma kita dan Allah yang tahu.”

“Katanya, ikhlas itu hanya muncul di hati orang-orang yang dicintai Allah. Dan kita punya peluang yang sama untuk jadi pilihan Allah,” komentar yang lainnya di ujung telpon.

Kolega kerjaku, anak muda yang penuh dengan ide menjawab, “Pak, Ikhlas itu sesuatu yand ada di tataran hati, dan muncul dalam sikap kalau kita bergerak aktif, tidak diam. Ikhlas itu bukan cuma memberi, tapi juga menerima. Semua karena Allah.”

Rekan SMAku yang slengekan, punya komentar nyeleneh, “ Ikhlas itu berbuat kebajikan karena Allah, berulang kali kita lakukan, lalu kita lupakan. Ibaratnya seperti kalau kamu ke Toilet-lah Wan! Kamukan nggak pernah ingat-ingat apa dan berapa banyak yang engkau buang toh...dan lalu kamu lupakan. Tapi sesudah itukan kamu merasa lega !”

Anak bungsuku lain lagi, “Ikhlas itu, kalau Papa kasih uang jajan cuma tiga ribu, tapi aku nggak cemberut!.

Yang sulung berpendapat begini, “Ikhlas itu kalau kita memberi sesuatu dengan sungguh-sunguh, dan nggak pake kata 'tapi' di ujungnya...”

Versi tukang sayur di salah satu komplek perumahan beda lagi, “Ikhlas itu Pak, kalau ada pembeli yang menawar setengah kilo tiga ribu lima ratus, dan saya langsung OK.”

Namun, ada juga yang berkomentar dengan nada meninggi kepadaku, “Apa! Engkau sengaja telpon jauh-jauh hanya untuk tanya tentang Ikhlas, dan parahnya lagi ini untuk buat tulisan yang menarik tentang ikhlas ? Astaghfirullah Ridwan! Kamu jauh panggang dari api! Bagaimana kamu bisa ikhlas kalau semua ini kamu lakukan agar tulisanmu menarik ? Lalu kamu merasa senang mendapat pujian. Sebaliknya kecewa bila tulisanmu membosankan orang-orang ? Jadi, itu bukan karena Allah ! Allah yang punya kekuatan menghunjamkan kata-kata ke dalam kalbu. Bukan kamu...Batalkan! Bila kamu tidak ikhlas!”

Begitu gemuruhnya batinku, mendengar hardikan ringan ini dari seorang kenalan. Ini kritik apa cacian, hal sederhana yang sulit dibedakan dalam kondisi batin yang emosi. Aku kan hanya ingin berbuat baik, tapi kok dituduh-tuduh begitu...Sepantasnyalah aku menjadi kecewa, jengkel dalam situasi ini.

Hening sekian lama....

Astaghfirullahalazim, aku lantunkan istighfar. Teringatlah seorang teman, yang pernah menulis tentang sikapnya terhadap banyaknya kritik yang dia terima sewaktu melakukan kegiatan sosial,” Biarlah kebajikan kecil yang kita lakukan ini, kalaupun itu ada, menjadi pembicaraan malaikat di langit...”

Airmataku menetes perlahan, membasahi helai-helai bulumata.

“Ya, Allah jadikanlah hambamu yang lemah ilmunya ini, selalu dalam cahayamu. Engkaulah nur di atas nur. Engkaulah yang menambahkan ilmu hambanya dan tiada kekuatan yang memberikan pemahaman dengan mudah selain diri-Mu. Biarlah hamba menceritakan rahasia hati hamba hanya kepadamu ya Allah. Rabb pemilik semesta, bahkan bila engkau berkenan, jangan biarkan malaikat-malaikatmu mengetahui rahasia hati hamba kecuali Engkau, agar hamba lepas dari rasa riya, tidak mengharapkan pujian bahkan mereka sekalipun.”

Dan tiba-tiba aku kembali ke titik nol. Kosong. Hampa tapi luas!

Sontak mata lebih basah, ketika tiba-tiba ada rasa rindu yang sangat dalam merebak dalam hatiku. Rindu lebih pekat daripada rindu seorang pemuda kepada kekasihnya. Rindu lebih dahsyat dari rindu orangtua kepada anaknya.

Itulah rindu kepada sosok manusia pilihan Allah, seorang laki-laki berperangai amat mulia yang hadir dalam kehidupan manusia lebih dari 1400 tahun yang lalu. Masa yang sangat lampau tapi menjadi teramat kini karena komitmen syahadat kita, kesaksian kita tiada Rabb selain Allah dan bahwasanya Beliau adalah utusan Allah.

Ya Rasul Allah, Salam 'alaika. Semoga Allah memberikan wasilah dan kedudukan yang mulia bagimu. Selamat dan sejahtera dilimpahkan Allah kepada Dirimu, keluarga dan para Sahabat.

Bukankan engkau, Muhammad Rasullullah SAW, adalah sebaik-baiknya contoh tentang akhlak mulia.

Aku mohon maaf kepadamu yaa kekasih Allah. Bukanlah sosokmu yang muncul pertamakali ketika aku mencari cerita tentang ikhlas, melainkan sosok rekaan Haji Romly dan Pemuda Fandy! Astafghirullah. Bukanlah juga mereka yang salah. Semata-mata karena dhaif, sempitnya ilmu dan rendahnya imanku.

Wahai Nabi Allah, sudah tidak mungkin aku berjumpa denganmu di dunia ini. Andaikan aku hidup di zamanmu wahai Rasul, Aku ingin sekali mencium tangganmu, berlomba-lomba berada di barisan depan bersama pengikut-pengikut awalmu. Akan kubawa serta istri dan anak-anakku, berdiri rapi dibarisan terdepan, Kukenalkan mereka satu-persatu kepadamu dan kukatakan pada mereka, “ini pemimpin kita, yang kita bela dan patuhi, lakukan apa yang beliau contohkan”.

Engkau telah contohkan keikhlasan dan kekuatan bergerak, dalam menyampai wahyu Allah kepada penduduk Mekkah dan Thaif di awal perjuanganmu. Begitu berat tantangan dan cobaan yang engkau hadapi, engkau dikatakan gila, tukang sihir, dilempari dengan batu dan kotoran oleh anak-anak sebaya dengan anak-anak kami, diancam dan dikejar-kejar untuk dibunuh...

Ya Kekasih Allah, tetapi begitu sabarnya engkau menghadapinya, karena keihkhlasanmu yang tiada banding kepada Allah. Ikhlas membuatmu amat tabah menerima segala resiko perjuangan; kerabat yang menjauh, sahabat yang membenci, dan khalayak yang mengusirnya dari negeri tercinta.

Sangatlah patut bila kami mencontohmu. Bila bukan karena ikhlas dan gigihmu, bisa jadi ajaran tauhid ini tidak sampai kepada kami keluarga kami.

Wahai kekasih Allah, perkenankan aku dan keluarga berada dalam barisan umatmu kelak di padang Masyar, walaupun bisa jadi belumlah cukup kadar keihklasan kami. Izinkan syafaatmu menyentuh kami. Kami sadar, masih banyak penyakit hati yang menghiasi tingkah gerak kami setiap hari, masihlah teramat kotor dengan dengan dengki, dendam, kikir, riya....

Ya Rabb Maha Pengampun, tiadalah kurang yang telah disampaikan oleh Rasulmu, para sahabatNya, dan ulama-ulama sebelum kami. Ampunilah kami, semata-mata semua ini karena lemahnya iman kami, sempitnya ilmu kami.

Rasulullah, yang teramat kurindukan, akhirnya izinkan aku menceritakan ulang salah satu riwayat tentang dirimu dan seorang pengemis Yahudi. Cerita yang Insya Allah bertutur sendiri tentang ikhlas.
--- o0o ---

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah terdapat seorang pengemis Yahudi buta, yang tiap hari apabila ada orang yang mendekatinya , ia selalu berkata "Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya".

Tetapi setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu, walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat.

Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.ha menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnahpun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah itu?", tanya Abubakar r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.ha.

Keesokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?". Abubakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa".

"Bukan !, engkau bukan orang yang biasa menyuapiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut sehingga aku tidak susah untuk mengunyahnya", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW.

Setelah pengemis itu mendengar cerita Abubakar r.a., ia begitu terharu dan tak kuat meneteskan air mata, kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghina dan memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar r.a.

---
Begitu mulia akhlak Rasulullah, Mari kita rindukan beliau!

---

Shalawat Badar

Shalatullah Salamullah
Alla Toha Rasullilah
Shalattullah Sallamullah
Alla Yasin Habibillah

Tawassalna Bibismillah
Wabil Hadi Rasulillah
Wakulli Mujahidilillah
Bi Ahlil Badri Ya Allah

Shalatullah Salamullah
Alla Toha Rasullilah
Shalattullah Sallamullah
Alla Yasin Habibillah