Pages

Monday 7 January 2008

Tentang Minat Baca...

(Awas Membaca Buku Sebentar Lagi Dilarang, Bacalah Sekarang!)

Awal tahun 2008 ini, Gramedia sebuah organisasi rantai panjang dalam penerbitan, percetakan dan penjualan buku di tanah air membuka sebuah kedai lagi di daerah Mampang (Jakarta). Kedai ini diakui sebagai kedai buku terbesar di Asia Tenggara, jadi tidak heran bila SBY juga menyempatkan hadir untuk meresmikan pembukaannya, pada kesempatan yang sama beliau juga meluncurkan buku kompilasi pidato beliau "Indonesia On The Move".

Yang menarik untuk dicermati adalah sebuah visi besar dari kelompok busines Gramedia ini untuk benar-benar menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang gemar membaca. Sejarah panjang dan prestasi kelompok busines Gramedia ini saya kira menjadi tolok ukur yang patut kita apresiasi.

Saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke kedai baru ini, mengingat pada saat yang sama diadakan pesta potongan harga sebesar 30% untuk semua produk buku dan stationery kecuali alat elektronik.

Efeknya sungguh luarbiasa, jalan Mampang menjadi macet karena dijadikan lahan parkir. Semua orang bergegas menuju ke gedung Gramedia, yang keluar dari gedung selalu menenteng bungkus plastik umumnya berisi buku. Yang lebih mengesankan lagi, sewaktu saya masuk dan bercampur dengan calon pembeli lain, mereka begitu euforia mengambil berbagai ragam buku di rak!

Aduhai, sebuah pemandangan yang menyejukkan hati...
Saya sendiri meraup beberapa buku majemenen dan psikologi dan bergegas membayar ke kasir, antrian begitu panjang! Tua muda, anak-anak hingga dewasa semua menenteng buku.

Kepada seseorang pegawai pengawas di kasir, saya sempat bercakap-cakap dan memahami bahwa suasana hiruk pikuk ini sudah terjadi semenjak kedai ini resmi dibuka beberapa hari yang lalu. "Menurut Bapak, apakah memang masyarakat kita sudah sedemikian tinggi hasrat membaca-nya Pak ?", tanyaku tergelitik. "Dua-duanya Pak!", jawab sang pegawai. "Maksud saya ini karena memang masyarakat kita sudah gemar membaca dan juga karena diskonnya pak...", lanjutnya penuh semangat. "Nggak penting buku apa Pak, pokoknya beli buku", tiada hentinya sang pegawai menimpali.

Tapi sayangnya memang, pesta ini hanya berlangsung 1 minggu saja. Seandainya masyarakat kita bisa begitu antusiasnya membeli buku, dan juga membacanya, saya kira transformasi budaya kita akan dengan cepat melejit setara dengan bangsa lain di asia tenggara, paling tidak.

Memang banyak pihak prihatin bahwa minat baca bangsa ini masih relatif rendah dibanding negara lain. Walaupun kita sudah punya Hari Buku Nasional -- 17 Mei diperingati setiap tahunnya. Biasanya minat baca yang rendah akan dikaitkan dengan indeks sumber daya manusia yang juga akan rendah, GDP juga akan selaras rendahnya.

Walaupun memang agak susah mendefinisikan secara tegas minat baca itu apa, karena sesungguhnya bangsa ini juga sebenarnya gemar membaca yang lain seperti membaca mantera, membaca nasib dan peruntungan di tahun baru, membaca angka dan lambang di kupon togel. Atau apakah membaca tabloid gosip termasuk kedalam komponen statistik angka minat baca ?

Keberadaan perpustakaan juga masih sangat minim, secara kasar sekitar 300.000 SD hingga SLTA, baru 5% yang memiliki perpustakaan. Bahkan diduga hanya 1% dari 260.000 SD yang mempunyai perpustakaan.
Dan anak-anak juga tidak terbiasa membaca.

Pernakah kita bertanya kepada anak-anak kita apakah mereka sudah baca Koran hari ini ? Atau sudah berapa novel yang dia tamatkan bulan ini ? Paling banter kita suruh anak kita untuk baca buku pelajaran di sekolah, karena itulah yang akan diujikan di sekolah.

Atau bahan bacaan yang kurang mudah didapati ? Mahal ? Tidak menarik isinya. Hmm, bisa saja terjadi. Buktinya banyak anak-anak yang antri beli buku Harry Potter (buku mana saja). Atau jadi ingat bagaimana anak-anak muda begitu bersemangat mencuri baca "buku porno stensilan" ? Jadi, isi yang menarik memang bisa saja menjadi daya pikat tersendiri. Aspek manajemen kampanye pemasaran juga mestinya pegang peranan.

Saya sama sekali tidak kapabel untuk memaparkan ide-ide solusi meningkatkan minat baca, melainkan sekedar memberikan pemikiran-pemikiran terbalik mengenai perspektif lain dari minat baca ini.

PERSPEKTIF LAIN:

  • Minat baca rendah mungkin karena harga buku mahal ? Jadi ingat waktu kuliah, berburu buku-buku terbitan INDIA (Tata McGrawHill). Kertas-nya kertas kacang, tapi isinya kelas dunia!
  • Belanja Buku (atau uang pendaftaran perpustakaan) tidak dimasukkan sebagai kebutuhan primer, cuma "Sandang-Pangan-Papan".
  • Harga buku mahal karena printing machine dan binding machine mahal - mesin import, belum lagi bicara produksi kertas yang terbatas dan harga printing ink dan coating ink yang tergantung nilai tukar mata uang asing ? Tidak ada produsen dalam negeri yang mampu memproduksi mesin cetak ala kadarnya. Rantai distribusi tinta cetak dan harga kertas yang mahal.
  • Selama ini kita hanya berbicara meningkatkan minat baca, tetapi apa kita pernah menyentuh dan prihatin tentang minat MENULIS bangsa ini ? siapa tahu memang kemahiran bangsa ini adalah MENULIS ? Ah...aneh-aneh saja, karena bukankan seorang PENULIS-pun membutuhkan bacaan untuk referensinya.
  • Budaya menulis buku sebagai imbangan membaca buku. Kalau semua buku terjemahan, akan mahal membayar fee penulis dan lain-lain.
  • Minat baca rendah karena membaca buku tidak dilarang maka orang malas membaca buku...coba keluarkan peraturan darurat bahwa membaca buku apa saja di larang di INDONESIA, pasti orang akan berontak dan demonstrasi membaca buku di mana-mana ? Mahasiswa berduyun-duyun datang ke gedung MPR/DPR sambil membawa buku mengadakan aksi 1 juta orang baca buku di jalan tol ? Anak-anak SD berpawai ke kantor Walikota sambil meneriakkan "kami ingin membaca, baca, baca!"

No comments: