Pages

Tuesday 20 November 2007

Revolusi Bambu...!

Beberapa bulan yang lalu, dalam sebuah penerbangan dari Melbourne ke Denpasar saya berkesempatan berkenalan dengan seorang entrepreneur muda yang kebetulan duduk bersebelahan denganku. Mahasiswa post graduate sebuah universitas di Australia ini benar-benar menjadi “dosen terbang” bagiku, semenjak awal tegur sapa kami di dalam pesawat. Sejak itu, aku mulai banyak mengumpulkan informasi-informasi tentang salah satu “makhluk” ciptaan sang Maha Pencipta ini.

Bambu! Topik pembicaraan yang benar-benar membuka wawasanku tentang potensi lain dari negara kita.

Bambu, tumbuhan hijau dedaunan sirip dengan batang serupa kayu-kayuan termasuk dalam family rerumputan Poaceae, subfamily Bambusoideae, merupakan tumbuhan yang sangat kita akrabi. Tumbuh dimana saja dalam lingkukan daerah beriklim tropis baik di Asia Timur maupun di Asia Tenggara. Bambu, rumput ajaib ini, bisa tumbuh mulai dari tinggi kira-kira 30cm hingga 30 meter.

Sudah semenjak lama, kita memanfaatkan bambu dan segala jenis turunannya untuk bahan bangunan, makanan, obat-obatan ataupun produk-produk kerajinan. Juga janganlah lupakan “bambu runcing” yang konon kabarnya bisa meluncur lebih cepat dari peluru “kumpeni” dalam perang kemerdekaan.

Dari sekitar 1000 species bambu, “dosen terbang”-ku bilang lebih dari 90%-nya bisa ditemukan di Indonesia.

“Bambu itu kuat loh, tensil strenght-nya melebihi tensil strenght baja…”, tandasnya yakin. Kekuatan tarik bambu adalah 28,000 per squre inchi, dibanding 23,000 untuk baja.

Bambu juga dikenal sebagai “the strongest and the fastest growing plant on the planet”. Pertumbuhan batang bambu bisa 3 kali lebih cepat dari pertumbuhan pohon kayu. Bambu sangat mudah tumbuh, dan dalam 3-5 tahun akan beranak pinak memenuhi lahan tanpa diolah, tanpa perlu pestisida, siap untuk dipanen. Bandingkan dengan pohon-pohon kayu yang membutuhkan 10-15 tahun untuk siap tebang.

Vegetasi yang pertama kali bangkit dari kehancuran pemboman Nagasaki dan Hiroshima adalah bambu, yang mampu tumbuh kembali beberapa minggu sesudah pembumihangusan atomik. Ini juga menunjukkan betapa gigihnya bambu mempertahankan kehidupan yang diberikan Allah kepadanya.

Tebang satu, tumbuh seribu begitulah bambu…ini obat anti illegal logging! Selain itu, ini obat anti “global warming” – penyeimbang kadar oksigen/karbon dioksida.

Kegunaan lain-lain…hmm masih ingat Thomas Alva Edison ? Filamen bola lampu pertamakali dia buat dari serat karbon batang bambu.

Bambu juga seharusnya menjadi suatu komponen kritikal dari bangun ekonomi suatu entitas negara. Bambu dan industri-industri terkait dengannya sudah semenjak lama menjadi sumber penghidupan ekonomi bagi masyarakat, bahan pangan dan papan (terakhir juga bahan sandang) bagi sekitar lebih dari 2 milyar penduduk dunia. Biasanya, sudah menjadi anggapan umum bahwa ROI dari sebuah investasi lahan bambu adalah sekitar 3-5 tahun, cukup kompetitif bila dibandingkan misalnya dengan 8-10 ROI dari investari holtikultura. Beberapa negara dengan kandungan cadangan lahan bambu yang besar (sekitar 20,000,000 hektar) seperti China, India, dan Burma telah memulai program-program nasional terpadu untuk pemanfaatan bambu sebagi komoditi komersial.

Beberapa terobosan akhir-akhir ini dibuat oleh negara-negara dengan potensi bambu yang memadai. Bambu sudah menjadi alternatif bahan pembuat “green plastic”. Beberapa dashboard mobil mewah menjadikan topik “green plastic” ini sebagai nilai jual mereka. Konstruksi rumah tinggal dengan bahan bambu anti gempa juga laris manis di Jepang.

Sayur rebung, ketan lamang, lun pia semarang juga merupakan makanan yang bergizi tinggi. Daripada kelaparan mencari beras, mendingan makan rebung bambu! Kalau Panda sangat gemar makan daun bambu, mungkin enak bila dibuat sayur bening.

Di Cina, nampaknya mereka sedang mengembangkan banyak proyek rahasia misalnya mengolah bambu dan turunannya menjadi biofuel (?). Termasuk juga ramuan untuk coating permukaan bambu agar anti lembab dan anti rayap. Kalau untuk serat pakaian, sudah tersedia dipasaran, bahkan produk jadinya sekalipun. Jangan ditinggalkan juga, aplikasi bubur bambu untuk pembuatan kertas. Beberapa kabel pun juga sudah dibuat dengan campuran turunan bambu. Akhirnya, aplikasi di bidang farmasi sudah turun temurun diteliti dan digunakan di Cina.


Sudah saatnya bangsa kita menoleh ke aplikasi bambu. Ayo pelajari bambu, sebab salah satu tumbuhan yang tidak bisa tumbuh di benua Eropa adalah bambu. Jangan-jangan bangsa Eropa dulu menjelajahi lautan hingga ke Nusantara bukan untuk mencari rempah-rempah melainkan mencari bambu (kalau ini cuma guyonan).
Jangan kaget Bung, bila 5 tahun kedepan akan terjadi sebuah revolusi ekonomi – Revolusi Bambu! Sayang kalau itu terjadi di negara lain (negara tirai bambu), bukan di sini (negara bambu runcing).

No comments: