Pages

Tuesday 11 September 2007

Ekonomi apakah selaras dengan Kebajikan...Semua Bergantung Niat!

Tulisan ini terinspirasi setelah saya jalan-jalan di dunia maya dan terdampar di beberapa blog yang mengulas tentang perekonomian indonesia dan sekitarnya.
Istilah-istilah dan cara serta sudut pandang juga beragam, contoh sekedar mencuplik dari satu dua artikel yang kubaca...

dari http://sarapanekonomi.blogspot.com/

August 18, 2007 Indonesian economy grows faster

"Almost seven percent in the second quarter this year. If we exclude oil and gas sectors, that is.
Indonesia's economic growth (2002-2007) Indonesia's economy as a whole grows by 6.3%, which is also quite good. But, the slower growth is because oil and gas sectors continue contracting.If this seven percent growth translates into lower unemployment- and poverty rates, all would be very well "

--------------

dari http://mimodjo.blogspot.com/

" Don’t be terrorized by numbers, "The fact is that, despite its mathematical base, statistics is as much an art as it is a science," (Darrell Huff, How to Lie with Statistics).Badan Pusat Statistik mengumumkan jumlah penduduk miskin berkurang, dari 39,30 juta tahun 2006 menjadi 37,17 juta tahun 2007. Artinya, terjadi pengurangan 2,13 juta penduduk miskin atau 1 persen dari total penduduk Indonesia selama satu tahun "

Dan berikut ini adalah pandangan dan pola pikir saya....

Menarik membaca artikel-artikel di blog tersebut.

Juga menyadarkan ku bahwa banyak hal-hal yang masih belum bisa aku cerna dengan mudah. Misalnya dampak nyata dari fenomena-fenomena economy tersebut "real wages, macro-micro economy, trade, inflation, GDP, balanced-budget zealotry etc" bagi pernik-pernik kehidupan keseharian orang-per-orang di masyarakat kita.
Bisa jadi hal-hal tersebut benar-benar menjadi topik pembicaraan "warung kopi" di negara lintang-bujur yang lain, namun mungkin belum terlalu membumi di segmen kebanyakan masyarakat kita.

Aku bertanya-tanya, bagaimanakan para orang-orang yang berprofesi sebagai ekonom tersebut melihat sistem komunitas masyarakat kita. Adakah masyarakat kita dilihat sebagai suatu model matematis, yang direpresentasikan dengan aluran kurva-kurva ? Apakah komunitas masyarakat dipandang sebagai black box dengan parameter input dan output dan beragam parameter lainya seolah suatu sistem kontrol terbuka atau tertutup?

Sekedar membayangkan, bagaimanakah, misalnya, gonjang ganjing krisis submortgage di negara asal kakek Sanders, bisa mempengaruhi kehidupan Mas Joko dan istri penjual tempe mendoan langgananku di pinggir jalan Cipondoh, Poris Plawad ? Atau Mas Endy, pemilik beberapa kedai cukur rambut tradisional di dekat Banjar Wijaya.

Sabtu minggu kemarin sekitar jam 8.00 pagi, aku jemput anakku di sekolah lihat antrian minyak tanah di sebelah kiri jalan, sore hari jam 16.00 selepas pulang dari Pecel Madiun serpong, lewat jalan yang sama, antrian bertambah panjang. Apakah para pembuat keputusan hapal nama-nama orang yang antri minah tersebut ?

Betul adanya, memang hal-hal makro haruslah juga dipikirkan namun terkadang keberpihakan visioner jarang kita temukan berlabuh di kepentingan masyarakat banyak.

Aku berfikir, berapa banyak pebisnis dan pemilik perusahaan di Indonesia ini yang juga menyertakan hitungan trend kenaikan jumlah tabungan buruh mereka selagi membuat planning 5 tahunan industri bisnis mereka ? Jelas, trend kenaikan omzet dan EBIT mestilah ada dalam forecast sheet mereka.

Nampaknya, lumrah bagi para pebisnis dan pemilik perusahaan menargetkan bahwa dalam lima tahun omzet dan EBIT harus meningkat sekian puluh persen, tapi apakah juga lazim bagi mereka menargetkan, misalnya, 5 tahun ke depan semua buruhnya harus punya rumah milik sendiri, harus minimal berpenghasilan sekian puluh juta pertahun per orang, harus punya tabungan sekian juta untuk kelanjutan studi anak-anak mereka dan lain-lain...

Visi bagiku kadang bisa sesederhana kata dasar "niat", niatnya apa kita mendirikan usaha.

Hampir tidak habis pikir beberapa bulan yang lalu mencermati berita bahwa ada sekelompok perusahaan yang menerima kontrak jahit sepatu Nike, akhirnya menyadari bahwa mereka terlalu padat karya, 14,000 buruh ? Niatnya apa merekrut buruh hingga sebanyak itu ? Mensejahterakan mereka kah ? Bukankah, bilangan asli 14,000 juga berawal dari cacahan 1, 10, 250, 1500, 6521, 11200. Mengapa dulunya tidak berhenti di angka 4000 misalnya ? Apakah sudah dipikirkan bahwa kita mampu mengayomi dan memberikan perlindungan penghasilan yang teramankan (secured income) bagi 14,000 mereka ?

Jangan-jangan niat awalnya adalah hanya memperbesar omzet saja.

Belum lagi bila kita menengok program konversi minyak tanah ke gas, tidak segampang itu terlaksana. Bahkan kita juga selalu ingin tahu jangan-jangan yang menjadi daya tarik sesungguhnya adalah proses manufaktur tabung dan kompor gas-nya ?

Jadi sesungguhnya apa makna kata "ekonomi" tersebut bagi kita ? Seyogyanya "ekonomi" adalah sarana untuk kemaslahatan orang banyak, suatu hal yang sesungguhnya sederhana, bila kita berniat begitu.

No comments: